Rabu, 29 Februari 2012
Selasa, 28 Februari 2012
Senin, 27 Februari 2012
Minggu, 26 Februari 2012
Sabtu, 25 Februari 2012
Jumat, 24 Februari 2012
Kamis, 23 Februari 2012
Rabu, 22 Februari 2012
Selasa, 21 Februari 2012
Senin, 20 Februari 2012
Minggu, 19 Februari 2012
Sabtu, 18 Februari 2012
Jumat, 17 Februari 2012
Kamis, 16 Februari 2012
Rabu, 15 Februari 2012
Selasa, 14 Februari 2012
Senin, 13 Februari 2012
Minggu, 12 Februari 2012
Sabtu, 11 Februari 2012
Jumat, 10 Februari 2012
Kamis, 09 Februari 2012
Memulai Dari Akhir
Saudaraku,
setiap cita-cita, harapan yang membuncah di hatimu
sesungguhnya adalah anak panah yang siap dilesatkan dari busurnya
Ia seperti kuda gagah terhebat yang siap berlari di padang luas
Ia ibarat tinta yang siap untuk menuliskan berlembar tulisan, bahkan berjuta buku
Ia adalah gelegak hati yang ingin segera terpenuhi
Ia selalu kita rindukan kemunculannya,
Hingga membungai tidur kita
setiap cita-cita, harapan yang membuncah di hatimu
sesungguhnya adalah anak panah yang siap dilesatkan dari busurnya
Ia seperti kuda gagah terhebat yang siap berlari di padang luas
Ia ibarat tinta yang siap untuk menuliskan berlembar tulisan, bahkan berjuta buku
Ia adalah gelegak hati yang ingin segera terpenuhi
Ia selalu kita rindukan kemunculannya,
Hingga membungai tidur kita
Inilah cita-cita
Seperti keharuan dan kerinduan yang mengharu biru di doa Umar bin Khattab ra agar wafat di Madinah, hanya di Madinah. Seperti doa Sa’d bin Mu’adz ra saat perang Khandaq, agar Alloh hanya mengambil nyawanya setelah memerangi bani Quraizhah. Bani yang telah mengkhianati perjanjian dengan Rasulullah dan kaum muslimin. Keduanya menemukan muaranya,Umar bin Khattab wafat di Madinah. Sa’d bin Mu’adz ra terluka di perang Khandaq namun syahid ketika terjadi perang Bani Quraizhah. Kesyahidannya dicemburui semua penghuni bumi, kesyahidan yang mengguncangkan Arsy Allah. Dan jenazahnya diangkat oleh para malaikat (T_T). Sungguh cita-cita mulia bertemu dengan penggenapan dari Rabb tercinta.
Saudaraku,
Mari kita mulai dari akhir
Muara mana yang kita pilih untuk berlabuh
Daratan mana yang kita pilih untuk singgah
Sebutkan saja, tanpa ragu
Rasulullah SAW yang mulia, telah mengajarkan betapa azzam menggapai yang akhir itu menjadi energi dahsyat yang menggetarkan hati. Saat itu, di perang Khandaq. Kala menghantamkan cangkulnya ke tanah yang keras, Rosulullah menyampaikan masa gemilang di masa yang akan datang.
“Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci Syam. Demi Allah aku benar-benar bisa melihat istana-istananya yang bercat merah saat ini.
Allahu Akbar, aku diberi tanah Persi. Demi Allah saat inipun aku bisa melihat istana Mada’in yang bercat putih.
Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah, dari tempatku ini aku bisa melihat pintu-pintu gerbang Shan’a.”
Bagi orang yang tak beriman, pasti sabda Rasulullah itu seperti dongeng pengantar tidur, fabulous, luar biasa tapi fiktif. Bagaimana mungkin dengan kondisi saat itu yang sangat menyedihkan, mereka akan membebaskan negri-negri besar? Ya saat itu, saat perang khandaq. Ketika para shahabat harus terus menggali parit dengan rasa lapar menyengat karena sedikitnya makanan, rasa letih mendera. Sementara kemenangan seperti utopia semata, kemenangan seperti secuil hitam ujung kuku. Bagaimana mungkin mereka akan membebaskan Syam, Persi dan Yaman.
Tapi sejarah telah menorehkan dengan tinta emas
Semuanya ditaklukkan, walau saat itu Rasulullah telah berpulang ke haribaan Allah.
Ah itukan Rasulullah…apalah kita ini
Saudaraku, mari kugandeng tanganmu menyusuri sepenggal episode pemuda paling mempesona, Muhammad Al-Fatih
Latuftahannal konstantinniyyah falani’mal amiiru amiiruha wala ni’mal jaysu daalikal jays”
"Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan pada saat itu dan sebaik baik pasukan adalah pasukan pada saat itu."
Para shahabat berlomba, bergemuruh kerinduan. Ingin segera merealisasikan janji Allah dan RasulNya. Ingin berperan dalam membebaskan Konstantinopel. Khalid bin Walid mampu membebaskan Damaskus, tapi konstantinopel belum tersentuh. Shalahuddin Al-Ayyubi, sang pembebas Al-Quds, ikut mengambil bagian tapi belum mampu meruntuhkan benteng-benteng Konstantinopel.
D antara jiwa yang bergemuruh untuk memenuhi janji Rasulullah adalah Muhammad Al-Fatih. Ia tidak duduk menunggu. Ia berkemas, bersiap, dan berdoa. Ia tahu hanya pasukan terbaik yang mampu membebaskan Konstantinopel. Dan sebaik-baik pasukan adalah yang paling dekat dengan Rabbnya
Hidupnya dihabiskan untuk banyak beribadah dan menuntut ilmu. Ia belajar ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur'an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.Ia ingin menjadi sebaik-baik pasukan yang telah disabdakan oleh Rasulullah.
Inilah sepenggal kisah di sepertiga malam menjelang penyerbuan
Dihadapan pasukannya yang berdiri, Muhammad Al-Fatih berkata:
”Amanah ini hanya layak dipikul orang terbaik. Tujuh ratus tahun lamanya nubuah Rasulullah telah menggerakkan mujahid-mujahid tangguh, Tapi Allah belum mengizinkan mereka memenuhinya. Aku katakan kepada kalian:
Yang pernah meninggalkan shalat fardhu sejak balighnya, duduklah
Yang pernah meninggalkan shoum Ramadhan, duduklah
Yang pernah mengkhatamkan Al-Qur'an lebih sebulan, duduklah
Yang pernah kehilangan hafalan Al-Qur'annya, duduklah
Yang pernah kehilangan shalat malamnya, duduklah
Yang pernah meninggalkan puasa Ayyamul Bidh, duduklah."
Semua anggota pasukannya duduk satu-persatu, sesuai tingkatan dimana amal sholih telah mereka kerjakan. Hingga di akhir pertanyaan, tak ada lagi anggota pasukan yang berdiri, semua duduk sambil penuh isak tangis dan takut tidak diikutkan dalam peperangan. Hanya satu orang yang tersisa berdiri, dialah sang pemimpin pasukan itu, Muhammada Al-Fatih. Subhanallah...
Muhammad Al-Fatih memilih seperti apa dirinya di masa yang akan datang. Memulai hidupnya dgn menentukan akhir yg ingin direngkuhnya. Dan sekali lagi, Allah menggenapkan cita-citanya. Sejarah mencatat, keberhasilannya membebaskan Konstantinopel dalam usia yang masih sangat muda, 23 tahun.
Nah sekarang saudaraku, bagaimana dengan kita?
Ah, hebatnya kalau aku bisa jadi apoteker yg alim, yang membebaskan manusia dari obat yang haram
Duhai, andai aku jadi pengusaha kaya semacam Abdurrahman bin Auf, yang hartanya penuh keberkahan
Mantapnya, kalau bisa jadi web designer hebat yang akan mengabarkan kebenaran Islam kepada dunia
Tapi tentu saja tidak cukup hanya berangan-angan, dan mimpi kosong. Aha, kalau kita hanya duduk-duduk, menghabiskan waktu dengan bercanda ria, maka cita-cita menjelma menjadi angan-angan kosong-maaf- hanya sampah.
“Kau harap keselamatan
Namun tidak kau tempuh jalannya
Sesungguhnya kapal tak mungkin
Berjalan di daratan.”
Karena cita-cita bukan hanya diam
Cita-cita adalah energi yang mendorong pecitanya selalu maju, melesat
Energi yang diciptakannya membuat yang tampak mustahil menjadi mungkin
Mengubah yang sukar menjadi mudah
Mendekatkan yang jauh menjadi dekat
Cita-cita mulia mengalirkan keberkahan
Cahayanya meletup-letup, bersinar ke penjuru, menerangi gulita
Ibarat rekah fajar membelah malam
Cita-cita harus diperjuangkan…sekaligus dimohonkan penggenapannya oleh Robul Izzati. Jangan terburu cemas melihat panjangnya perjalanan. Karena bila kita sudah mulai melangkah, jaraknya akan semakin dekat. Jangan terburu takut dengan terjalnya tebing, Karena kita dikaruniai kaki yang kokoh dan pijakan yang kuat. Dan apabila lelah, letih, menderamu. Ingatlah tak ada yang sia-sia. Peluh, keringat, cucuran air mata, bahkan luka yang berdarah-darah, mendapatkan balasan yang setimpal. Semakin gelap perjalanan, Insya Allah semakin dekat pada fajar kemenangan
“Dan apabila hamba-hambak-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat, Aku mengabulkan doa orang yang berdoa bila ia berdoa kepada-Ku.” (Al-Baqarah:186)
”Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al Baqarah : 214)
Semuanya seimbang dalam takaran. Yang tidak beriktiar, cacat dalam syari’at. Yang terlalu memuja iktiar, yakin semua hasil karena cucuran keringatnya sendiri, Telah menodai tauhidnya.
Saudaraku,
Sekarang sebutkan muaramu
Sebutkan daratan yang ingin kau singgahi
Tunjuk langit-langit dunia yang ingin kau jelajahi
Cakrawala mana yang ingin kau sibak
Bismillah…kita mulai perjalanan untuk menempuhnya
Semoga Allah menggenapkannya
Amin
Seperti keharuan dan kerinduan yang mengharu biru di doa Umar bin Khattab ra agar wafat di Madinah, hanya di Madinah. Seperti doa Sa’d bin Mu’adz ra saat perang Khandaq, agar Alloh hanya mengambil nyawanya setelah memerangi bani Quraizhah. Bani yang telah mengkhianati perjanjian dengan Rasulullah dan kaum muslimin. Keduanya menemukan muaranya,Umar bin Khattab wafat di Madinah. Sa’d bin Mu’adz ra terluka di perang Khandaq namun syahid ketika terjadi perang Bani Quraizhah. Kesyahidannya dicemburui semua penghuni bumi, kesyahidan yang mengguncangkan Arsy Allah. Dan jenazahnya diangkat oleh para malaikat (T_T). Sungguh cita-cita mulia bertemu dengan penggenapan dari Rabb tercinta.
Saudaraku,
Mari kita mulai dari akhir
Muara mana yang kita pilih untuk berlabuh
Daratan mana yang kita pilih untuk singgah
Sebutkan saja, tanpa ragu
Rasulullah SAW yang mulia, telah mengajarkan betapa azzam menggapai yang akhir itu menjadi energi dahsyat yang menggetarkan hati. Saat itu, di perang Khandaq. Kala menghantamkan cangkulnya ke tanah yang keras, Rosulullah menyampaikan masa gemilang di masa yang akan datang.
“Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci Syam. Demi Allah aku benar-benar bisa melihat istana-istananya yang bercat merah saat ini.
Allahu Akbar, aku diberi tanah Persi. Demi Allah saat inipun aku bisa melihat istana Mada’in yang bercat putih.
Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah, dari tempatku ini aku bisa melihat pintu-pintu gerbang Shan’a.”
Bagi orang yang tak beriman, pasti sabda Rasulullah itu seperti dongeng pengantar tidur, fabulous, luar biasa tapi fiktif. Bagaimana mungkin dengan kondisi saat itu yang sangat menyedihkan, mereka akan membebaskan negri-negri besar? Ya saat itu, saat perang khandaq. Ketika para shahabat harus terus menggali parit dengan rasa lapar menyengat karena sedikitnya makanan, rasa letih mendera. Sementara kemenangan seperti utopia semata, kemenangan seperti secuil hitam ujung kuku. Bagaimana mungkin mereka akan membebaskan Syam, Persi dan Yaman.
Tapi sejarah telah menorehkan dengan tinta emas
Semuanya ditaklukkan, walau saat itu Rasulullah telah berpulang ke haribaan Allah.
Ah itukan Rasulullah…apalah kita ini
Saudaraku, mari kugandeng tanganmu menyusuri sepenggal episode pemuda paling mempesona, Muhammad Al-Fatih
Latuftahannal konstantinniyyah falani’mal amiiru amiiruha wala ni’mal jaysu daalikal jays”
"Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan pada saat itu dan sebaik baik pasukan adalah pasukan pada saat itu."
Para shahabat berlomba, bergemuruh kerinduan. Ingin segera merealisasikan janji Allah dan RasulNya. Ingin berperan dalam membebaskan Konstantinopel. Khalid bin Walid mampu membebaskan Damaskus, tapi konstantinopel belum tersentuh. Shalahuddin Al-Ayyubi, sang pembebas Al-Quds, ikut mengambil bagian tapi belum mampu meruntuhkan benteng-benteng Konstantinopel.
D antara jiwa yang bergemuruh untuk memenuhi janji Rasulullah adalah Muhammad Al-Fatih. Ia tidak duduk menunggu. Ia berkemas, bersiap, dan berdoa. Ia tahu hanya pasukan terbaik yang mampu membebaskan Konstantinopel. Dan sebaik-baik pasukan adalah yang paling dekat dengan Rabbnya
Hidupnya dihabiskan untuk banyak beribadah dan menuntut ilmu. Ia belajar ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur'an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.Ia ingin menjadi sebaik-baik pasukan yang telah disabdakan oleh Rasulullah.
Inilah sepenggal kisah di sepertiga malam menjelang penyerbuan
Dihadapan pasukannya yang berdiri, Muhammad Al-Fatih berkata:
”Amanah ini hanya layak dipikul orang terbaik. Tujuh ratus tahun lamanya nubuah Rasulullah telah menggerakkan mujahid-mujahid tangguh, Tapi Allah belum mengizinkan mereka memenuhinya. Aku katakan kepada kalian:
Yang pernah meninggalkan shalat fardhu sejak balighnya, duduklah
Yang pernah meninggalkan shoum Ramadhan, duduklah
Yang pernah mengkhatamkan Al-Qur'an lebih sebulan, duduklah
Yang pernah kehilangan hafalan Al-Qur'annya, duduklah
Yang pernah kehilangan shalat malamnya, duduklah
Yang pernah meninggalkan puasa Ayyamul Bidh, duduklah."
Semua anggota pasukannya duduk satu-persatu, sesuai tingkatan dimana amal sholih telah mereka kerjakan. Hingga di akhir pertanyaan, tak ada lagi anggota pasukan yang berdiri, semua duduk sambil penuh isak tangis dan takut tidak diikutkan dalam peperangan. Hanya satu orang yang tersisa berdiri, dialah sang pemimpin pasukan itu, Muhammada Al-Fatih. Subhanallah...
Muhammad Al-Fatih memilih seperti apa dirinya di masa yang akan datang. Memulai hidupnya dgn menentukan akhir yg ingin direngkuhnya. Dan sekali lagi, Allah menggenapkan cita-citanya. Sejarah mencatat, keberhasilannya membebaskan Konstantinopel dalam usia yang masih sangat muda, 23 tahun.
Nah sekarang saudaraku, bagaimana dengan kita?
Ah, hebatnya kalau aku bisa jadi apoteker yg alim, yang membebaskan manusia dari obat yang haram
Duhai, andai aku jadi pengusaha kaya semacam Abdurrahman bin Auf, yang hartanya penuh keberkahan
Mantapnya, kalau bisa jadi web designer hebat yang akan mengabarkan kebenaran Islam kepada dunia
Tapi tentu saja tidak cukup hanya berangan-angan, dan mimpi kosong. Aha, kalau kita hanya duduk-duduk, menghabiskan waktu dengan bercanda ria, maka cita-cita menjelma menjadi angan-angan kosong-maaf- hanya sampah.
“Kau harap keselamatan
Namun tidak kau tempuh jalannya
Sesungguhnya kapal tak mungkin
Berjalan di daratan.”
Karena cita-cita bukan hanya diam
Cita-cita adalah energi yang mendorong pecitanya selalu maju, melesat
Energi yang diciptakannya membuat yang tampak mustahil menjadi mungkin
Mengubah yang sukar menjadi mudah
Mendekatkan yang jauh menjadi dekat
Cita-cita mulia mengalirkan keberkahan
Cahayanya meletup-letup, bersinar ke penjuru, menerangi gulita
Ibarat rekah fajar membelah malam
Cita-cita harus diperjuangkan…sekaligus dimohonkan penggenapannya oleh Robul Izzati. Jangan terburu cemas melihat panjangnya perjalanan. Karena bila kita sudah mulai melangkah, jaraknya akan semakin dekat. Jangan terburu takut dengan terjalnya tebing, Karena kita dikaruniai kaki yang kokoh dan pijakan yang kuat. Dan apabila lelah, letih, menderamu. Ingatlah tak ada yang sia-sia. Peluh, keringat, cucuran air mata, bahkan luka yang berdarah-darah, mendapatkan balasan yang setimpal. Semakin gelap perjalanan, Insya Allah semakin dekat pada fajar kemenangan
“Dan apabila hamba-hambak-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat, Aku mengabulkan doa orang yang berdoa bila ia berdoa kepada-Ku.” (Al-Baqarah:186)
”Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al Baqarah : 214)
Semuanya seimbang dalam takaran. Yang tidak beriktiar, cacat dalam syari’at. Yang terlalu memuja iktiar, yakin semua hasil karena cucuran keringatnya sendiri, Telah menodai tauhidnya.
Saudaraku,
Sekarang sebutkan muaramu
Sebutkan daratan yang ingin kau singgahi
Tunjuk langit-langit dunia yang ingin kau jelajahi
Cakrawala mana yang ingin kau sibak
Bismillah…kita mulai perjalanan untuk menempuhnya
Semoga Allah menggenapkannya
Amin
Rabu, 08 Februari 2012
Wanita berjilbab
Antara Sinar Matahari, Kerudung, dan Vitamin Wanita berjilbab sebaiknya menyediakan waktu lebih banyak untuk berjemur di bawah sinar matahari. Wanita dengan kulit yang tertutup berisiko kekurangan vitamin D dan osteoporosis karena asupan sinar matahari yang kurang. Pakaian yang serba tertutup membuat penyerapan sinar matahari ke kulit tidak maksimal. Terlebih jika aktivitasnya lebih banyak di dalam ruangan. Oleh karena itu peneliti menyarankan wanita dengan pakaian tertutup memperhatikan asupan vitamin D.
Tapi perlu diingat sinar matahari yang paling sehat adalah sinar matahari antara pukul 7-9 pagi atau di atas pukul 15.00. Sinar matahari pada jam-jam itu tidak berbahaya bagi kulit.
Peneliti dari the Children's Hospital at Westmead melakukan studi terhadap 149 orang yang berasal dari Sudan, Mesir dan Kenya. Studi dilakukan di Sydney pada musim dingin dan musim semi pada tahun 2006. Hasilnya menunjukkan, 90 persen partisipan masih tergolong kekurangan vitamin D.
Namun partisipan yang paling rendah kadar vitamin D-nya adalah orang dengan pigmen kulit gelap, orang dengan pakaian serba tertutup serta ibu menyusui anak di atas 6-12 bulan.
Seperti dikutip Themedicalnews, vitamin D sangat penting untuk kesehatan tulang dan sumber vitamin D yang paling baik adalah sinar matahari. Kekurangan vitamin D bisa meningkatkan risiko osteoporosis dan retak tulang.
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun. Menurut survei, 24 persen wanita berumur 40–59 tahun sudah mengalami osteoporosis.
Kekurangan vitamin D juga bisa menyebabkan patah tulang, myalgia, myopathy dan retak tulang. Ibu hamil yang kekurangan vitamin D juga sangat rentan melahirkan anak dengan kaki O dan gangguan motorik. Tak hanya untuk tulang, vitamin D juga sangat pentng untuk sistem imun tubuh dan pertumbuhan sel.
Untuk itu peneliti menyarankan agar orang berkulit gelap, berjilbab, anak-anak dan orang dewasa butuh tambahan sinar matahari lebih banyak untuk meningkatkan jumlah vitamin D dalam tubuhnya.
Ibu hamil berkulit gelap dan berjilbab juga ditekankan untuk menjalani screening rutin untuk mengetahui level vitamin D-nya pada trimester pertama kehamilan. Studi yang dipublikasikan dalam Medical Journal of Australia ini merekomendasikan asupan vitamin sebesar 400 IU per hari jika ingin terhindar dari risiko osteoporosis.
Selain itu, risiko osteoporosis juga bisa terjadi pada wanita yang mengalami pengangkatan rahim, orang yang kurang olahraga, punya riwayat keturunan osteoporosis, perokok, punya tubuh terlalu kurus, konsumsi daging merah berlebih, peminum kopi dan minuman bersoda serta pengguna obat-obatan seperti Kortison, Prednison, Anti konvulsan atau hormon tiroid. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang biasanya tidak diikuti gejala, makanya sering disebut sebagai The Silent Thief. Tapi ada beberapa gejala yang bisa jadi dasar untuk menentukan seseorang terkena osteoporosis atau tidak, diantaranya:
1. Adanya nyeri di tulang belakang, pergelangan tangan, pangkal paha
2. Adanya nyeri dan rasa sakit pada tulang leher
3. Adanya kecenderungan penurunan tinggi badan
4. Postur tubuh kelihatan memendek.
Selasa, 07 Februari 2012
Senin, 06 Februari 2012
Macam-macam Kesalahan Berjilbab
Alhamdulillah, sekarang ini sudah banyak sekali wanita yang memakai kerudung. Memang untuk berkerudung secara sempurna butuh proses.Kita sering berkilah bahwa itu seperti ajang latihan. Untuk awalnya mungkin tak apa. Tapi jangan sampai kita kemudian terlena dan hanyut dengan pengaruh mode yang akhirnya malah membuat orang yang melihat berpikir atau malah sampai bilang "pake jilbab tapi kok bajunya sexi yah" yang akhirnya malah akan memberi citra negatif pada wanita berkerudung pada umumnya
Dibawah ini ada contoh pemakaian kerudung yang tidak sesuai menurut Islam. Apakah model jilbab kita termasuk dalam contoh dibawah ini?
Spoiler for gambar 1:

Kesalahan pada gambar 1 :
Kerudung tidak menutupi dada
Allah S.W.T berfirman dalam surat An Nur ayat 31 " .. dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya ... "
Kerudung tidak menutupi dada
Allah S.W.T berfirman dalam surat An Nur ayat 31 " .. dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya ... "
Spoiler for gambar 2:

Kesalahan pada gambar 2 :
· Kerudung tidak menutupi dada
· Rok yang dipakai kurang panjang
Menurut riwayat Imam Tarmizi dan Nasa'i, dari Ummu Salamah r.a. "Ya Rasulullah, bagaimana perempuan akan berbuat kain-kain mereka yang sebelah bawah?"
Sabda Rasulullah S.A.W : "Hendaklah mereka memanjangkan barang sejengkal dan janganlah menambahkan lagi keatasnya"
Spoiler for gambar 3:

Kesalahan pada gambar 3 :
· Pakaian ketat dan menampakkan bentuk tubuh
Rasulullah bersabda " hendaklah kamu meminjamkan dia baju yang panjang dan longgar itu "
· Make up yang sangat tebal
Allah SWT berfirman dalam surat Al'Araf ayat 31 : " Wahai anak cucu Adam. Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki mesjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan "
Spoiler for gambar 4:

Kesalahan pada gambar 4 :
· Kerudung tidak menutupi dada
· Lengan blus pendek
· Rok yang dipakai pendek
· Tidak memakai kaos kaki
" Dan katakanlah kepada para perempuan beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasan (auratnya) kecuali yang bisa terlihat...." Surat An Nur, ayat 31
Spoiler for gambar 5:

Kesalahan pada gambar 5 :
· Lengan blus pendek
· Tidak memakai kaos kaki
Rok yang dipakai berbelah di depan
" Barang siapa yang memakai pakaian yang mencolok mata, maka Allah S.W.T akan memberikan pakaian kehinaan di hari akhirat nanti " Riwayat Ahmad, Abu Daud, An Nasa'i dan Ibn Majah.
· Lengan blus pendek
· Tidak memakai kaos kaki
Rok yang dipakai berbelah di depan
" Barang siapa yang memakai pakaian yang mencolok mata, maka Allah S.W.T akan memberikan pakaian kehinaan di hari akhirat nanti " Riwayat Ahmad, Abu Daud, An Nasa'i dan Ibn Majah.
Spoiler for gambar 6:

Kesalahan pada gambar 6 :
* - Kerudung tidak menutupi dada
* - Pakaian ketat menampakkan lekuk tubuh
* - Blus yang dipakai pendek
* - Tidak memakai kaos kaki
"Sesungguhnya sebilangan ahli neraka ialah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi yang telanjang yang condong kepada maksiat dan menarik orang lain untuk melakukan maksiat. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya"
Riwayat Bukhari dan Muslim
Ternyata cara berpakaian wanita berkerudung selama ini, walaupun sudah menutup kepala, tapi ternyata masih banyak salahnya . Memang sebetulnya yang benar tuh seperti apa sih? Berikut contohnya.
Spoiler for yang bener:

Rasulullah S.A.W telah bersabda :
"Bahwa anak perempuan apabila telah cukup umurnya, maka mereka tidak boleh dilihat akan dia melainkan mukanya dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan" (H.R. Abu Daud)
Minggu, 05 Februari 2012
Tips Merawat Rambut Berjilbab
Semakin banyak kaum wanita beragama Islam yang memutuskan untuk mengenakan busana Muslimah sehari-harinya. Bagian terpenting dari busana Muslimah adalah jilbab, yang menutup rambut, leher, telinga, dan kepala yang merupakan aurat yang harus ditutupi oleh wanita Muslim. Kendati demikian, bukan berarti rambut wanita berjilbab tidak dirawat, bahkan justru harus lebih diperhatikan.
Masalahnya, ada anggapan bahwa merawat rambut yang sehari-harinya ditutupi oleh jilbab memang agak susah. Hal ini disebabkan karena rambut yang tertutup jilbab jarang terkena udara. Rambut yang panjang pun harus dikuncir atau dikonde sepanjang hari, sehingga ada kemungkinan rambut patah. Selain itu, rambut juga lebih sering merasa lembab dan “kepanasan” sehingga bisa menimbulkan kerontokan dan mengundang ketombe.
Tetapi jangan khawatir. Niat beribadah tidak harus terhambat hanya karena kekhawatiran-kekhawatiran yang bisa diatasi tersebut. Untuk mendapatkan rambut yang tetap sehat dan indah walaupun berjilbab, simak tips berikut ini.
1. Setelah keramas dan hendak beraktivitas, biarkan rambut benar-benar kering sebelum menutupnya dengan jilbab. Rambut yang masih basah akan jadi lembab di dalam jilbab. Akhirnya nanti rambut malah berbau apek. Kulit kepala yang lembab pun bisa memicu timbulnya ketombe dan gatal-gatal.
2. Pilihlah kerudung atau jilbab dari bahan yang mudah menyerap keringat. Contohnya seperti katun atau kaos. Bahan kain yang mudah menyerap keringat dan berpori-pori besar sangat berguna untuk memudahkan sirkulasi udara di kepala. Sutra dan satin lembut juga bagus untuk rambut karena membantu kelancaran sirkulasi udara rambut. Jika sudah memakai jilbab seperti ini, tak perlu khawatir rambut tidak bisa ‘bernapas’, karena toh sirkulasi udaranya sudah lancar.
3. Jika Anda suka model kerudung modern yang berlapis-lapis, boleh-boleh saja Anda mengkreasikan model kerudung Anda dengan model seperti itu. Tapi ingat, jangan lebih dari empat helai. Semakin tebal kerudung Anda, akan makin sulit untuk rambut Anda bernapas. Hindari menggunakan lapisan kerudung dengan terlalu kencang. Tentunya pemakaian kerudung berlapis-lapis lebih baik digunakan di saat acara khusus saja seperti pesta.
4. Hindari warna gelap untuk kerudung atau jilbab di saat udara panas. Warna gelap mudah menyerap matahari. Jika aktivitas Anda lebih banyak di bawah sinar matahari lebih, baik pilih warna lembut, muda, pastel, atau putih.
5. Cobalah untuk tidak mengikat rambut Anda terlalu kencang. Menggunakan karet yang besar dan tebal juga lebih baik, daripada karet yang kecil dan tipis—apalagi karet gelang. Rambut yang diikat dengan ikatan yang sama setiap harinya berpotensi untuk patah di bagian yang terikat tersebut. Karena itu, variasikan jenis ikatan rambut Anda. Lakukan perubahan dengan menggunakan karet rambut atau jepit rambut berselang-seling.
6. Hindari menarik garis rambut di bagian yang itu-itu saja, misalnya belah tengah, belah kanan, atau belah kiri. Kerontokan rambut bisa dimulai dari belahan rambut yang tak pernah diganti. Usahakan rutin mengganti garis belahan rambut agar kebotakan tidak timbul dari sekitar daerah belahan rambut tersebut.
7. Jika tidak sedang berjilbab, misalnya saat berada di rumah, lebih baik biarkan rambut terurai agar ia bisa ‘beristirahat’.
8. Keramaslah dengan sampo ringan berbahan alami. Sekarang juga sudah ada sampo khusus untuk rambut berjilbab. Sebelum keramas, ada baiknya mencoba menggunakan ramuan tradisional, yaitu jeruk nipis. Olesi kulit kepala dengan jeruk nipis agar rambut terhindar dari ketombe dan kelembapan rambut tetap terjaga.
9. Keramaslah sebanyak Anda membutuhkannya. Frekuensi keramas tiap orang memang berbeda-beda, tergantung jenis rambut. Ada orang yang rambtnya cenderung berminyak sehingga ia harus keramas tiap hari. Ada juga yang rambutnya tetap terjaga kebersihannya dari kelebihan minyak, dan masih bisa bertahan 2-3 hari tanpa keramas. Setelah keramas gunakan conditioner atau hair treatment untuk menutrisi rambut Anda.
10. Mengenakan jilbab tidak berarti Anda boleh bebas tidak menyisir rambut. Salah besar. Usahakan untuk tetap menyisir rambut, paling tidak tiga kali dalam sehari. Menyisir rambut sama saja melakukan pemijatan skala ringan pada kulit kepala. Kulit kepala pun jadi rileks dan rambut terbebas dari kekusutan. Gunakan sisir bergigi jarang agar rambut tidak banyak yang menempel pada gigi sisir (atau sikat), dan ikut rontok karena tertarik saat menyisir.
11. Paling tidak sebulan sekali, lakukan creambath atau hair spa di salon langganan Anda. Sekarang sudah banyak salon-salon khusus wanita dan wanita Muslim, di mana kaum wanita berjilbab bisa bebas menikmati perawatan kecantikan tanpa khawatir dilihat staf salon lelaki.
Meskipun berjilbab bukan berarti rambut tidak terawat. Islam mengajarkan untuk selalu menjaga segala sesuatu yang telah dititipkan kepada setiap muslim dan muslimah, tentunya termasuk mahkota rambut.
Sabtu, 04 Februari 2012
Rusuk itu bernama perempuan
Perempuan itu bukan tulang kaki
yg bisa seenaknya di injak oleh lelaki..
tapi bukan pula tulang kepala
yang harus merasa lbih pintar dri lelaki..
Ia itu spt tulang rusuk yang bengkok…
yang jika kau kau kerasi maka akan patah.
Namun jika kau biarkan… maka ia akan tetap bengkok.
dekat dgn hati tuk dicintai..
dan dekat dengan tulang lengan tuk dilindungi..
~ Teruntuk semua perempuan yang dimuliakan ~
yg bisa seenaknya di injak oleh lelaki..
tapi bukan pula tulang kepala
yang harus merasa lbih pintar dri lelaki..
Ia itu spt tulang rusuk yang bengkok…
yang jika kau kau kerasi maka akan patah.
Namun jika kau biarkan… maka ia akan tetap bengkok.
dekat dgn hati tuk dicintai..
dan dekat dengan tulang lengan tuk dilindungi..
~ Teruntuk semua perempuan yang dimuliakan ~
Jumat, 03 Februari 2012
Bila bintang senjaku meneteskan air mata
bagaimana bila bintang ku bersedih..
bagaimana bila ia meneteskan butiran bening itu…
bagaimana bila bintang ku terhalang oleh hujan……..
tak dapat lagi ku melihat senyumnya,,..
yg indah…
yg merekah….
apa yg harus kulakukan untuk nya…???
bilakah aku tau..
apa yg membuat mu menangis wahai bintang senja ku…
bilakah aku mampu,,,,
untuk membuat mu kembali berseri layak nya bunga di pagi hari….
bilakah aku sanggup…
untuk membuat mu merasakan lg kebahagiaan itu…
dan bilakah aku mampu…
membuat mu mampu bertahan disaat kau terpuruk dalam jurang keputusasaan….
tersenyumlah dinda ku….
tersenyumlah bintang ku…
tersenyumlah bidadari ku…
sejujurnya..
akupun bersedih saat meilhat mu meneteskan air mata…
saat mendengarkan isak pedih mu…
inginnya aku bisa mengusap kristal bening itu dr pipimu…
dewi ku,,bintang senjaku….
hapus lah sekarang juga air mata mu itu..
sungguh pilu aku melihat mu seperti itu…
apakah yg membuat mu pedih nan pilu…
datanglah pada ku…
seraya aku akan memluk mu..
memberikan dada ku utk tempat mu mengadu…
kemarilah adinda ku…
raihlah tangan ku…
kan ku genggam erat tangan mu…
takkan ku lepaskan..
akan aku redam amarah mu….
krn aku lah penyejuk hatimu…….
dan krn aku yakin..
aku mampu menguatkan mu….
aku lah pengobat luka hati mu itu..
aku lah penawar racun yg telah merasuk dialiran darah mu…
aku lah mentari yg akan menhangatkan hari mu,,,,
aku lah air yg akan mengaliri jiwa mu dg kasih sayang tulus dari ku…
dan aku lah indah malam yg bertabur bintang yg akan melukiskan sejuta kenangan indah dalam hidup mu……..
jgn menangis lg biintang senja ku….
aku selalu bersamam mu..
selalu menjaga mu…
selalu ada untuk mu…
karna aku akan menjaga ku semmapu ku seumur hidup ku…
Tersenyum indah lah utk ku wahai bintang senja ku…..
krn kau lah bintang hati ku….
krn kau lah hidup ku….
begitupun aku……….
bagaimana bila ia meneteskan butiran bening itu…
bagaimana bila bintang ku terhalang oleh hujan……..
tak dapat lagi ku melihat senyumnya,,..
yg indah…
yg merekah….
apa yg harus kulakukan untuk nya…???
bilakah aku tau..
apa yg membuat mu menangis wahai bintang senja ku…
bilakah aku mampu,,,,
untuk membuat mu kembali berseri layak nya bunga di pagi hari….
bilakah aku sanggup…
untuk membuat mu merasakan lg kebahagiaan itu…
dan bilakah aku mampu…
membuat mu mampu bertahan disaat kau terpuruk dalam jurang keputusasaan….
tersenyumlah dinda ku….
tersenyumlah bintang ku…
tersenyumlah bidadari ku…
sejujurnya..
akupun bersedih saat meilhat mu meneteskan air mata…
saat mendengarkan isak pedih mu…
inginnya aku bisa mengusap kristal bening itu dr pipimu…
dewi ku,,bintang senjaku….
hapus lah sekarang juga air mata mu itu..
sungguh pilu aku melihat mu seperti itu…
apakah yg membuat mu pedih nan pilu…
datanglah pada ku…
seraya aku akan memluk mu..
memberikan dada ku utk tempat mu mengadu…
kemarilah adinda ku…
raihlah tangan ku…
kan ku genggam erat tangan mu…
takkan ku lepaskan..
akan aku redam amarah mu….
krn aku lah penyejuk hatimu…….
dan krn aku yakin..
aku mampu menguatkan mu….
aku lah pengobat luka hati mu itu..
aku lah penawar racun yg telah merasuk dialiran darah mu…
aku lah mentari yg akan menhangatkan hari mu,,,,
aku lah air yg akan mengaliri jiwa mu dg kasih sayang tulus dari ku…
dan aku lah indah malam yg bertabur bintang yg akan melukiskan sejuta kenangan indah dalam hidup mu……..
jgn menangis lg biintang senja ku….
aku selalu bersamam mu..
selalu menjaga mu…
selalu ada untuk mu…
karna aku akan menjaga ku semmapu ku seumur hidup ku…
Tersenyum indah lah utk ku wahai bintang senja ku…..
krn kau lah bintang hati ku….
krn kau lah hidup ku….
begitupun aku……….
Kamis, 02 Februari 2012
mati (selamat tinggal dunia)
mentari di ujung senja..
meredup sembunyi di remang-remang…
menanti sejenak datangnya sang malam…
bertabur bintang…
berhiaskan senyuman dewi malam…
semilir angin yang berhembus…
dingin menyapu sekelilingku…
desir ombak yang berlagu..
bertalu direlung jiwa..mendengangkan lagu pembunuh rindu..
rindu akan wajah ayu nan sendu….
rindu yang menggelayuti hati ku…
rindu yang membuncah tiada menentu…
hanya saja..
sejenak kemudian aku terdiam…
terdiam dalam sunyi..terbungkam dalam sepi…
dan aku terhenyak seketika..
saat ku dapati raga ini terbujur tak bernyawa..
apakah keindahan yg ku lihat td hanya jelmaan semata???
aku ingin menangis..
namun setetes pun airmata tak keluar dr pelupuk mata ku…
aku benci ini..
namun kebencian ini semakin mengiris hati…
hingga akhirnya aku berjalan..
pelan…
dan perlahan….
melintasi sang waktu….
meninggalkan warna dunia..
menutup diary kehidupan..
untuk-Nya..
Kepada-Nya..
aku kembali berpulang…
dalam fitrah yang hakiki…
Tuhan..
aku menhadap Mu kembali….
meredup sembunyi di remang-remang…
menanti sejenak datangnya sang malam…
bertabur bintang…
berhiaskan senyuman dewi malam…
semilir angin yang berhembus…
dingin menyapu sekelilingku…
desir ombak yang berlagu..
bertalu direlung jiwa..mendengangkan lagu pembunuh rindu..
rindu akan wajah ayu nan sendu….
rindu yang menggelayuti hati ku…
rindu yang membuncah tiada menentu…
hanya saja..
sejenak kemudian aku terdiam…
terdiam dalam sunyi..terbungkam dalam sepi…
dan aku terhenyak seketika..
saat ku dapati raga ini terbujur tak bernyawa..
apakah keindahan yg ku lihat td hanya jelmaan semata???
aku ingin menangis..
namun setetes pun airmata tak keluar dr pelupuk mata ku…
aku benci ini..
namun kebencian ini semakin mengiris hati…
hingga akhirnya aku berjalan..
pelan…
dan perlahan….
melintasi sang waktu….
meninggalkan warna dunia..
menutup diary kehidupan..
untuk-Nya..
Kepada-Nya..
aku kembali berpulang…
dalam fitrah yang hakiki…
Tuhan..
aku menhadap Mu kembali….
Rabu, 01 Februari 2012
Kupenuhi Pesanmu, Rahma
Muharram 1405 H,
“Kenalkan, ini Rahma, baru tiga hari di sini,” ucap ibu pemilik rumah
kost yang akan kutempati. Senyum manis dan tatap mata yang ramah menghiasi
wajahmu. Jilbab putih yang kau pakai semakin menambah keanggunan si pemilik
wajah yang memang cantik.
kost yang akan kutempati. Senyum manis dan tatap mata yang ramah menghiasi
wajahmu. Jilbab putih yang kau pakai semakin menambah keanggunan si pemilik
wajah yang memang cantik.
“Wilfa…, panggil saja Ifa,” kataku sambil mengulurkan tangan. Engkau
menyambut dan menggenggam tanganku erat. “Rahma….,” katamu lembut. “Mudah-
mudahan Ifa betah tinggal di sini,” katamu lagi. “Mudah-mudahan,” jawabku.
menyambut dan menggenggam tanganku erat. “Rahma….,” katamu lembut. “Mudah-
mudahan Ifa betah tinggal di sini,” katamu lagi. “Mudah-mudahan,” jawabku.
Itulah awal perkenalanku denganmu, mahasiswi baru asal Jogyakarta. Kita
menempati satu kamar di rumah Bu Santi, pemiliknya. Sikapmu yang ramah dan
terbuka membuat kita cepat akrab, sehingga teman-teman menyebut kita “Dua
Sejoli,” di mana ada aku di situ ada kamu. Sejak OPSPEK sampai hari-hari
pertama kuliah kita lalui bersama. Susah senang kita tanggung bersama. Maka
tak heran bila hari-hari selanjutnya merupakan hari-hari yang menyenangkan
bagi kita, karena masing-masing kita sudah seperti saudara satu sama lain
walaupun tempat asal kita berbeda, engkau dari Jogya, sedang aku dari Bandung.
menempati satu kamar di rumah Bu Santi, pemiliknya. Sikapmu yang ramah dan
terbuka membuat kita cepat akrab, sehingga teman-teman menyebut kita “Dua
Sejoli,” di mana ada aku di situ ada kamu. Sejak OPSPEK sampai hari-hari
pertama kuliah kita lalui bersama. Susah senang kita tanggung bersama. Maka
tak heran bila hari-hari selanjutnya merupakan hari-hari yang menyenangkan
bagi kita, karena masing-masing kita sudah seperti saudara satu sama lain
walaupun tempat asal kita berbeda, engkau dari Jogya, sedang aku dari Bandung.
Muharram 1406 H,
“Subhanallah……., kau kelihatan lebih anggun dengan pakaian itu,” ucapmu
kagum. Aku tersipu-sipu malu. Kuperhatikan diriku di kaca dengan busama muslimah
plus jilbab yang kupinjam darimu. Ya, aku berniat memakainya besok pada perayaan
Tahun Baru Islam 1 Muharram di kampus kita. Ketika menjelang tidur, fikiranku
melayang pada kejadian tadi siang. Aku merasa, pantulan bayangan di cermin itu
bukanlah diriku. Kulihat sosok anggun yang memancarkan cahaya iman di balik
busana. Timbul hasrat di hatiku untuk bisa seperti bayangan itu. Tapi…akh,
tidak ! Diriku masih kotor, pengetahuanku tentang Islam masih dangkal, kelaku-
anku masih jauh dari apa yang digariskan Islam.
kagum. Aku tersipu-sipu malu. Kuperhatikan diriku di kaca dengan busama muslimah
plus jilbab yang kupinjam darimu. Ya, aku berniat memakainya besok pada perayaan
Tahun Baru Islam 1 Muharram di kampus kita. Ketika menjelang tidur, fikiranku
melayang pada kejadian tadi siang. Aku merasa, pantulan bayangan di cermin itu
bukanlah diriku. Kulihat sosok anggun yang memancarkan cahaya iman di balik
busana. Timbul hasrat di hatiku untuk bisa seperti bayangan itu. Tapi…akh,
tidak ! Diriku masih kotor, pengetahuanku tentang Islam masih dangkal, kelaku-
anku masih jauh dari apa yang digariskan Islam.
Aku masih suka hura-hura dan
melakukan segala apa yang aku inginkan. Terbayang olehku orang tua dan saudara-
saudaraku di Bandung. Mereka, terutama Bapakku sangat mengharapkan agar aku
cepat menamatkan kuliahku dan bekerja di perusahaan besar tempat di mana Bapak-
ku memegang jabatan penting. Bapakku ingin agar aku seperti anak-anak dari
teman-teman relasinya yang saling berlomba-lomba mencapai kepuasan materi.
melakukan segala apa yang aku inginkan. Terbayang olehku orang tua dan saudara-
saudaraku di Bandung. Mereka, terutama Bapakku sangat mengharapkan agar aku
cepat menamatkan kuliahku dan bekerja di perusahaan besar tempat di mana Bapak-
ku memegang jabatan penting. Bapakku ingin agar aku seperti anak-anak dari
teman-teman relasinya yang saling berlomba-lomba mencapai kepuasan materi.
“Ada yang kaufikirkan, Fa?” pertanyaanmu mengejutkanku. “Boleh aku tahu ?”:
tanyamu lagi. Aku menghela nafasku, dan berkata,”Rahma….,sudah setahun kita
bersama. Belajar…, berdiskusi…, bercanda…, seakan-akan kita tak berbeda.”
tanyamu lagi. Aku menghela nafasku, dan berkata,”Rahma….,sudah setahun kita
bersama. Belajar…, berdiskusi…, bercanda…, seakan-akan kita tak berbeda.”
Aku diam sejenak, kemudian menghela nafas lagi.
“Apa maksudmu, Fa ?” tanyamu sambil menatapku heran.
“Yach…,walaupun teman-teman tidak pernah membedakan kita, tapi hati kecilku tak dapat menyangkal. Ku akui, kita tidak sama. Ma…, masing-masing kita sudah saling tahu, siapa kau dan siapa aku. Tapi sampai sejauh itu kau tak pernah menyinggung tentang perbedaan kita.
Kau tak pernah menyinggung tentang pakaian dan penampilanku,” kataku hati-hati.
Engkau memandangku lekat-lekat seakan ingin berusaha mengetahui isi hatiku.
“Boleh kutanya
sesuatu padamu ?” tanyaku. Engkau mengangguk.
“Ma…, aku ingin tahu bagaimana perasaanmu ketika pertama kali kau kenakan busana muslimahmu itu,” kataku.
“Apa maksudmu, Fa ?” tanyamu sambil menatapku heran.
“Yach…,walaupun teman-teman tidak pernah membedakan kita, tapi hati kecilku tak dapat menyangkal. Ku akui, kita tidak sama. Ma…, masing-masing kita sudah saling tahu, siapa kau dan siapa aku. Tapi sampai sejauh itu kau tak pernah menyinggung tentang perbedaan kita.
Kau tak pernah menyinggung tentang pakaian dan penampilanku,” kataku hati-hati.
Engkau memandangku lekat-lekat seakan ingin berusaha mengetahui isi hatiku.
“Boleh kutanya
sesuatu padamu ?” tanyaku. Engkau mengangguk.
“Ma…, aku ingin tahu bagaimana perasaanmu ketika pertama kali kau kenakan busana muslimahmu itu,” kataku.
Kulihat kau tersentak. Lama kau pandangi aku, kemudian berkata,
“Sebelum kujawab pertanyaanmu, secara jujur kukatakan bahwa sebenarnya telah lama aku menanti
pertanyaan seperti itu darimu. Dan baru sekarang kau menanyakannya, tanpa aku
harus memancingmu, karena memang itulah yang aku harapkan. Fa…,ketika pertama
kali kukenakan busana muslimah ini, berbagai perasaan ada di hatiku, sedih,
terharu, takut, dan perasaan tentram campur jadi satu. Sedih, karena orang
tuaku tak suka melihatku berjilbab.
‘Terlalu fanatik’, itu kata mereka. Terharu, karena pertama kali dengan busana muslimah ini kuinjakkan kakiku di SMA, teman temanku juga kakak-kakak kelasku yang sudah berjilbab menyambutku dengan haru dan memberi selamat kepadaku.
Tapi rasa takut ketika itu masih menghantuiku kalau kuingat cerita kakak-kakakku tentang sulitnya mencari pekerjaan bagi si pemakai jilbab. Tapi…, lepas dari itu semua, ketentraman merasuk di hatiku.
Aku merasa diriku selalu berada dalam tatapan-Nya. Barulah saat itu kusadari,
itulah kebahagiaan yang kucari selama ini. Yah…, kebahagiaan yang haqiqi.
Akhirnya cobaan-cobaan kuhadapi dengan tabah, karena aku yakin Allah senantiasa
akan menolong hamba-Nya yang sungguh-sungguh melaksanakan syari’at-Nya,” katamu
dengan mata berkaca-kaca.
“Sebelum kujawab pertanyaanmu, secara jujur kukatakan bahwa sebenarnya telah lama aku menanti
pertanyaan seperti itu darimu. Dan baru sekarang kau menanyakannya, tanpa aku
harus memancingmu, karena memang itulah yang aku harapkan. Fa…,ketika pertama
kali kukenakan busana muslimah ini, berbagai perasaan ada di hatiku, sedih,
terharu, takut, dan perasaan tentram campur jadi satu. Sedih, karena orang
tuaku tak suka melihatku berjilbab.
‘Terlalu fanatik’, itu kata mereka. Terharu, karena pertama kali dengan busana muslimah ini kuinjakkan kakiku di SMA, teman temanku juga kakak-kakak kelasku yang sudah berjilbab menyambutku dengan haru dan memberi selamat kepadaku.
Tapi rasa takut ketika itu masih menghantuiku kalau kuingat cerita kakak-kakakku tentang sulitnya mencari pekerjaan bagi si pemakai jilbab. Tapi…, lepas dari itu semua, ketentraman merasuk di hatiku.
Aku merasa diriku selalu berada dalam tatapan-Nya. Barulah saat itu kusadari,
itulah kebahagiaan yang kucari selama ini. Yah…, kebahagiaan yang haqiqi.
Akhirnya cobaan-cobaan kuhadapi dengan tabah, karena aku yakin Allah senantiasa
akan menolong hamba-Nya yang sungguh-sungguh melaksanakan syari’at-Nya,” katamu
dengan mata berkaca-kaca.
Entah mengapa, sejak itu aku mulai tertarik pada buku-buku Islam terutama
buku-buku tentang wanita, aku mulai rajin mengikuti ta’lim di sela-sela kesi-
bukan kuliah dan praktikumku. Diriku mulai terbiasa dengan rok dan kemeja
lengan panjang. Dan dalam lemariku sudah tersedia tiga buah jilbab yang senan-
tiasa kupakai ta’lim. Hari demi hari kita semakin dekat. Engkau sering menga-
jakku berdiskusi tentang Islam dan hal-hal yang pada mulanya masih terasa
asing bagiku. Akhirnya hasrat yang terpendam di hatiku selama ini mencapai
klimaksnya. Suatu malam kukatakan maksudku untuk berbusana muslimah kepadamu.
Sambil berlinang air mata engkau memelukku dan berkata :”Ifa…, aku bahagia
atas keputusanmu, kita kita sudah betul-betul sama, tidak ada lagi perbedaan
di antara kita. Semoga engkau mendapat berkah-Nya dan semoga Dia senantiasa
memberikan kekuatan kepada kita untuk tetap berpegang pada syari’at-Nya.”
Akhirnya malam yang penuh haru itu kita isi dengan Qiyamul lail untuk lebih
mendekatkan diri kepada-Nya.
buku-buku tentang wanita, aku mulai rajin mengikuti ta’lim di sela-sela kesi-
bukan kuliah dan praktikumku. Diriku mulai terbiasa dengan rok dan kemeja
lengan panjang. Dan dalam lemariku sudah tersedia tiga buah jilbab yang senan-
tiasa kupakai ta’lim. Hari demi hari kita semakin dekat. Engkau sering menga-
jakku berdiskusi tentang Islam dan hal-hal yang pada mulanya masih terasa
asing bagiku. Akhirnya hasrat yang terpendam di hatiku selama ini mencapai
klimaksnya. Suatu malam kukatakan maksudku untuk berbusana muslimah kepadamu.
Sambil berlinang air mata engkau memelukku dan berkata :”Ifa…, aku bahagia
atas keputusanmu, kita kita sudah betul-betul sama, tidak ada lagi perbedaan
di antara kita. Semoga engkau mendapat berkah-Nya dan semoga Dia senantiasa
memberikan kekuatan kepada kita untuk tetap berpegang pada syari’at-Nya.”
Akhirnya malam yang penuh haru itu kita isi dengan Qiyamul lail untuk lebih
mendekatkan diri kepada-Nya.
Muharram 1408 H
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kemarin kita telah menjalani
wisuda. Semua mahasiswa rantauan termasuk kita bersiap-siap pulang ke
kampung masing-masing.
“Selamat tinggal, kota hujan. Kota penuh kenangan. Kota tempat kami menyatukan hati dan fikiran. Kota tempat kami menuai benih-benih iman di hati.” Itulah kata-kata terakhir dalam hatiku ketika
mulai menaikkan kaki ke dalam bis yang akan membawaku ke Bandung. Kesedihan
melanda hatiku ketika dalam perjalanan fikiranku melayang, teringat kata-katamu terakhir kali saat kau mengantarku ke terminal.
“Aku harap, kau bisa datang ke walimahan kami di Jogya nanti,” ucapmu sedih campur bahagia.
Aku pun turut bahagia karena tak lama lagi engkau akan mendapat pendamping seorang
ikhwan di kota kelahiranmu.
“InsyaAllah, aku datang,” ucapku bergetar menahan haru dan sedih. Waktu itu kita berjanji untuk saling berkirim kabar lewat surat. Hanya seraut wajah yang berlinang air mata dan lambaian tangan yang kulihat lewat jendela kaca bis yang mulai bergerak.
“Selamat tinggal, Rahma…”ucapku dalam hati.
wisuda. Semua mahasiswa rantauan termasuk kita bersiap-siap pulang ke
kampung masing-masing.
“Selamat tinggal, kota hujan. Kota penuh kenangan. Kota tempat kami menyatukan hati dan fikiran. Kota tempat kami menuai benih-benih iman di hati.” Itulah kata-kata terakhir dalam hatiku ketika
mulai menaikkan kaki ke dalam bis yang akan membawaku ke Bandung. Kesedihan
melanda hatiku ketika dalam perjalanan fikiranku melayang, teringat kata-katamu terakhir kali saat kau mengantarku ke terminal.
“Aku harap, kau bisa datang ke walimahan kami di Jogya nanti,” ucapmu sedih campur bahagia.
Aku pun turut bahagia karena tak lama lagi engkau akan mendapat pendamping seorang
ikhwan di kota kelahiranmu.
“InsyaAllah, aku datang,” ucapku bergetar menahan haru dan sedih. Waktu itu kita berjanji untuk saling berkirim kabar lewat surat. Hanya seraut wajah yang berlinang air mata dan lambaian tangan yang kulihat lewat jendela kaca bis yang mulai bergerak.
“Selamat tinggal, Rahma…”ucapku dalam hati.
Kesedihanku belum reda ketika kulalui hari-hari pertamaku di Bandung,
kota kelahiranku. Tak terasa sebulan berlalu, rasa rindu ingin bertemu
denganmu mulai kutuangkan lewat surat pertamaku ke Jogya. Kutulis juga
permintaan maafku kepadamu atas ketidakhadiranku pada acara walimahanmu.
Walau saat itu ingin rasanya aku ke sana, tapi…musibah telah menimpa
Bapakku dalam perjalanan tugasnya ke Menado. Pesawat yang dinaikinya jatuh
dan beliau dipanggil ke hadirat-Nya. Dua minggu kemudian, suratmu datang.
Dalam suratmu kau mengatakan ikut merasakan kesedihanku dan berharap agar
aku tabah menghadapi musibah itu. Dari isi surat yang kautulis, aku menangkap
sinyal-sinyal kebahagiaan di balik goresanmu, ceritamu tentang Bang Hanif,
suamimu yang kaubilang kelewat sabar, dan sebuah kabar gembira karena kalian
sedang menunggu datangnya si buah hati.
kota kelahiranku. Tak terasa sebulan berlalu, rasa rindu ingin bertemu
denganmu mulai kutuangkan lewat surat pertamaku ke Jogya. Kutulis juga
permintaan maafku kepadamu atas ketidakhadiranku pada acara walimahanmu.
Walau saat itu ingin rasanya aku ke sana, tapi…musibah telah menimpa
Bapakku dalam perjalanan tugasnya ke Menado. Pesawat yang dinaikinya jatuh
dan beliau dipanggil ke hadirat-Nya. Dua minggu kemudian, suratmu datang.
Dalam suratmu kau mengatakan ikut merasakan kesedihanku dan berharap agar
aku tabah menghadapi musibah itu. Dari isi surat yang kautulis, aku menangkap
sinyal-sinyal kebahagiaan di balik goresanmu, ceritamu tentang Bang Hanif,
suamimu yang kaubilang kelewat sabar, dan sebuah kabar gembira karena kalian
sedang menunggu datangnya si buah hati.
Muharram 1410 H,
Dua tahun berlalu tanpa terasa. Kesibukan-kesibukanku sebagai guru sebuah
TK Islam menyita hampir seluruh waktuku. Walau begitu kusempatkan diriku
untuk membalas surat-suratmu. Tapi anehnya, surat terakhir yang kukirimkan
dua bulan yang lalu, sampai saat ini belum kau balas. Barangkali kau sibuk
dengan Aisyah kecilmu yang sudah berlari ke sana ke mari, mengajarkannya
mengaji, bernasyid, oh…alangkah bahagianya engkau. Aku melihat diriku
sendiri, seperempat abad sudah usiaku dan sampai kini masih tetap sendiri.
Tapi aku yakin, suatu saat nanti Allah akan memberikan aku seorang pendamping
yang akan memberiku buah hati seperti yang kau miliki. Aku tetap sabar menunggu
balasan darimu.
TK Islam menyita hampir seluruh waktuku. Walau begitu kusempatkan diriku
untuk membalas surat-suratmu. Tapi anehnya, surat terakhir yang kukirimkan
dua bulan yang lalu, sampai saat ini belum kau balas. Barangkali kau sibuk
dengan Aisyah kecilmu yang sudah berlari ke sana ke mari, mengajarkannya
mengaji, bernasyid, oh…alangkah bahagianya engkau. Aku melihat diriku
sendiri, seperempat abad sudah usiaku dan sampai kini masih tetap sendiri.
Tapi aku yakin, suatu saat nanti Allah akan memberikan aku seorang pendamping
yang akan memberiku buah hati seperti yang kau miliki. Aku tetap sabar menunggu
balasan darimu.
Suatu sore di hari Ahad, seorang perempuan setengah tua datang ke rumahku.
“Ini rumah Ibu Wilfa ?” tanyanya. “Ya, benar….saya sendiri Wilfa,” jawabku.
Kupersilahkan wanita itu masuk dan duduk. Sambil mempersiapkan minuman, tak
henti-hentinya aku berfikir mengingat-ingat wajah wanita itu, wajah yang
seakan-akan memendam duka teramat dalam.
“Rasa-rasanya aku pernah melihatnya,
tapi…di mana ya….?” fikirku. Kupersilahkan dia minum, lalu kutanyakan
maksud kedatangannya mencariku. Setelah dia memperkenalkan diri, barulah aku
ingat bahwa dia adalah ibumu dari Jogya. Engkau pernah menunjukkan foto beliau
kepadaku dulu waktu kita masih kuliah. Sewaktu kutanyakan kepadanya tentang
keadaanmu, wajah yang sendu itu kelihatan bertambah sedih bahkan butiran-butiran
air mata mulai membasahi pipinya yang sudah mulai keriput. Di sela-sela isak
tangisnya, dia mengatakan bahwa engkau telah dipanggil ke hadirat-Nya seminggu
yang lalu. Yah….leukimia yang sejak SMA kau derita telah memisahkanmu dari
mereka yang mencintaimu. Aku terhenyak mendengar ini semua, seakan tak percaya.
Kupersilahkan wanita itu masuk dan duduk. Sambil mempersiapkan minuman, tak
henti-hentinya aku berfikir mengingat-ingat wajah wanita itu, wajah yang
seakan-akan memendam duka teramat dalam.
“Rasa-rasanya aku pernah melihatnya,
tapi…di mana ya….?” fikirku. Kupersilahkan dia minum, lalu kutanyakan
maksud kedatangannya mencariku. Setelah dia memperkenalkan diri, barulah aku
ingat bahwa dia adalah ibumu dari Jogya. Engkau pernah menunjukkan foto beliau
kepadaku dulu waktu kita masih kuliah. Sewaktu kutanyakan kepadanya tentang
keadaanmu, wajah yang sendu itu kelihatan bertambah sedih bahkan butiran-butiran
air mata mulai membasahi pipinya yang sudah mulai keriput. Di sela-sela isak
tangisnya, dia mengatakan bahwa engkau telah dipanggil ke hadirat-Nya seminggu
yang lalu. Yah….leukimia yang sejak SMA kau derita telah memisahkanmu dari
mereka yang mencintaimu. Aku terhenyak mendengar ini semua, seakan tak percaya.
“Rahmah, kenapa kau tak pernah bercerita padaku tentang penyakitmu,” kataku
terisak. Wanita itu mengatakan bahwa engkau tak pernah menceritakan penyakit
yang kau derita itu pada siapapun termasuk aku dan suamimu. Ingatanku melayang,
teringat pada saat-saat terakhir bersamamu di terminal. Rupanya itulah saat
terakhir aku melihatmu. Engkau telah menghadap-Nya, mudah-mudahan engkau
bahagia di alam sana. Sebelum wanita itu pulang, beliau menyerahkan sepucuk
surat yang kautulis sebelum engkau pergi, dan dia berharap, agar aku dapat
memenuhi permintaan terakhir di surat itu. Kubuka surat itu, dan kubaca :
terisak. Wanita itu mengatakan bahwa engkau tak pernah menceritakan penyakit
yang kau derita itu pada siapapun termasuk aku dan suamimu. Ingatanku melayang,
teringat pada saat-saat terakhir bersamamu di terminal. Rupanya itulah saat
terakhir aku melihatmu. Engkau telah menghadap-Nya, mudah-mudahan engkau
bahagia di alam sana. Sebelum wanita itu pulang, beliau menyerahkan sepucuk
surat yang kautulis sebelum engkau pergi, dan dia berharap, agar aku dapat
memenuhi permintaan terakhir di surat itu. Kubuka surat itu, dan kubaca :
“Ukhti Wilfa, maafkan bila surat terakhirmu belum sempat kubalas. Aku sudah
merasa Dia akan memanggilku. Leukimia yang telah lama bersemayan di tubuhku
akan segera memisahkanku dari mereka yang kucintai dan mencintaiku. Maafkan
bila selama ini aku bersalah atau berdosa kepadamu. Aku berharap engkau bisa
memenuhi permintaan terakhirku. Tolong jaga Bang Hanif dan Aisyahku. Kuperca-
yakan mereka kepadamu. Aku sudah mengatakan masalah ini pada Bang Hanif, dan
dia berjanji akan berusaha memenuhi permintaanku. Aku mengharap ketulusan
hatimu, ukhti. Didiklah Aisyah bagaikan anak ukhti sendiri.”
merasa Dia akan memanggilku. Leukimia yang telah lama bersemayan di tubuhku
akan segera memisahkanku dari mereka yang kucintai dan mencintaiku. Maafkan
bila selama ini aku bersalah atau berdosa kepadamu. Aku berharap engkau bisa
memenuhi permintaan terakhirku. Tolong jaga Bang Hanif dan Aisyahku. Kuperca-
yakan mereka kepadamu. Aku sudah mengatakan masalah ini pada Bang Hanif, dan
dia berjanji akan berusaha memenuhi permintaanku. Aku mengharap ketulusan
hatimu, ukhti. Didiklah Aisyah bagaikan anak ukhti sendiri.”
Wassalamu
Rahma
Rahma
Air mataku mengalir bertambah deras. Aku hanya berdoa mudah-mudahan aku dapat
melaksanakan pesanmu dengan baik.
melaksanakan pesanmu dengan baik.
Muharram 1412 H
“Aisyah…., tolong temani dik Azzam sebentar. Umi mau buatkan susu
dulu,” kataku sambil berlari ke dapur. Kesibukanku mendidik Aisyah dan
Azzam bertambah kalau Bang Hanif tidak di rumah. Beliau sedang menghadiri
peringatan tahun baru Islam 1 Muharram di masjid dekat rumah kami. Entah
mengapa, setiap datang bulan Muharram, aku teringat kembali kepadamu, Rahma.
Alhamdulillah…aku bisa memenuhi pesan terakhirmu, dua tahun yang lalu.
Ceritanya begini : Sebulah setelah Dia memanggilmu, seorang ikhwan beserta
gadis kecil berjilbab putih menemui paman dan ibuku untuk melamarku. Walaupun
aku belum pernah melihat Bang Hanif dan Aisyahmu, tapi perasaanku mengatakan
itulah mereka. Setelah kuceritakan isi surat itu kepada paman, akhirnya kami
pun menikah sebulan kemudian. Alhamdulillah….sekarang kami telah memiliki
dua buah hati yaitu Aisyah kita dan Azzam, buah hati kami.
dulu,” kataku sambil berlari ke dapur. Kesibukanku mendidik Aisyah dan
Azzam bertambah kalau Bang Hanif tidak di rumah. Beliau sedang menghadiri
peringatan tahun baru Islam 1 Muharram di masjid dekat rumah kami. Entah
mengapa, setiap datang bulan Muharram, aku teringat kembali kepadamu, Rahma.
Alhamdulillah…aku bisa memenuhi pesan terakhirmu, dua tahun yang lalu.
Ceritanya begini : Sebulah setelah Dia memanggilmu, seorang ikhwan beserta
gadis kecil berjilbab putih menemui paman dan ibuku untuk melamarku. Walaupun
aku belum pernah melihat Bang Hanif dan Aisyahmu, tapi perasaanku mengatakan
itulah mereka. Setelah kuceritakan isi surat itu kepada paman, akhirnya kami
pun menikah sebulan kemudian. Alhamdulillah….sekarang kami telah memiliki
dua buah hati yaitu Aisyah kita dan Azzam, buah hati kami.
Ukhti….,telah kupenuhi pesanmu. InsyaAllah, akan kudidik mereka agar
menjadi mujahid dan mujahidah yang nantinya akan membela Islam seperti apa
yang kita harapkan. Amiin yaa Robbal’aalamiin.
menjadi mujahid dan mujahidah yang nantinya akan membela Islam seperti apa
yang kita harapkan. Amiin yaa Robbal’aalamiin.
(Alhamdulillah tammat)
Langganan:
Postingan (Atom)